Culture shock di Jerman
Sharing

Culture Shock Selama di Jerman

Culture shock atau gegar budaya adalah istilah untuk keterkejutan seseorang akan budaya baru yang dia temui di lingkungan baru. Kali ini saya bercerita tentang culture shock yang saya temui selama saya di Jerman. Mungkin apa yang saya temui akan berbeda dengan orang lain. Jadi kita tidak bisa mengeneralisasi bahwa di seluruh Jerman itu seperti itu.

Karena perbedaan budaya dan kebiasaan, saya menemukan beberapa hal yang bagi saya aneh. Tidak lumarah saya temui di negara kita, atau bahkan bertolak belakang. Tentu hal tersebut adalah hal yang wajar.

Memilih Kursi di Kereta

Memilih kursi di kereta adalah kegiatan yang paling bikin males. Hal ini biasanya terjadi di kereta jarak jauh, karena untuk kereta jarak dekat. Di kereta jarak dekat kita bisa langsung duduk tanpa harus memperhatikan apakah kursi tersebut sudah terisi atau belum. Sedangkan untuk kereta jarak jauh, kita harus mencari kursi kosong, dan biasanya sudah banyak yang terisi. Lalu apa solusinya? Solusinya adalah dengan memesan nomor kursi saat kita memesan tiket, dan itu ada biaya tambahan. Hal ini berbeda dengan kereta jarak jauh di Indonesia, dimana kita bisa memilih nomor kursi tanpa biaya tambahan.

Mencari kursi di kereta Jerman ini tentu akan lebih mudah jika tanpa barang bawaan. Coba bayangkan jika kamu membawa koper dan tas lalu harus jalan dari gerbong ke gerbong mencari kursi kosong. Cukup melelahkan bukan?

Membersihkan Ingus di depan Umum

Mungkin kita akan merasa jijik jika ada orang membersihkan ingus di depan kita. Namun itu hal biasa disini. Mereka mengeluarkan ingus dengan menutup hidung dengan tissue, lalu membuangnya ke tempat sampah dengan biasa aja. Sedangkan biasanya di Indonesia, kita melakukannya secara sembunyi-sembunyi bukan? Namun dengan berjalannya waktu, saya mulai terbiasa dengan tersebut.

Bahasa Jerman dengan Dialek atau logat

Culture shock selama di Jerman yang juga saya temui adalah dialek. Dialek dalam bahasa Jerman itu banyak, namun saat pertama kali sampai di Jerman, saya tinggal di Bayern, yang kental dengan dialek Bayerisch-nya. Saat belajar bahasa Jerman di Indonesia, saya hanya mengenal bahasa Jerman standar atau Hochdeutsch, lalu di hari pertama saya tiba di Jerman, saya mendengar orang-orang berbicara dengan dialek bayerisch. Coba bayangkan bagaimana saya merasa bingung.

Butuh waktu bagi saya untuk mengerti apa yang rekan kerja saya ucapakan. Saya perlu membiasakan telinga saya untuk mengerti kosa kata yang mereka maksud. Tentu itu tidak mudah. Untuk bahasa Jerman standar pun saya harus membiasakan diri, lalu muncullah masalah baru tersebut. Tentu saya perlu pekerjaan ekstra.

Saat saya menulisa postingan ini, saya berada di daerah Baden-Württemberg, berbeda negara bagian dengan Bayern. Banyak dari mereka berbicara dengan dialek Schwäbisch. Saya belum selesai dengan Bayerisch dan sekarang harus mulai juga dengan dialek baru. Memang tidak mudah, tapi saya mencoba menikmatinya.

Berjemur di Tengah Hari

Di Indonesia, kita biasa berjemur di antara pukul 8-9 pagi, namun berbeda dengan orang sini. Bukan hal aneh jika ada orang berjemur di Jam 12 siang. Apalagi saat musim panas, merupakan waktu paling menyenangkan untuk berjemur. Mereka berjemur selain untuk kesehatan, tapi juga untuk kecantikan. Disini, orang yang memiliki kulit coklat dianggap memiliki kulih yang cantik. Berbeda 180° dengan orang kita, yang menginginkan kulit putih atau terang.

Aturan saat Pandemi Covid-19

Tahun pertama saya melakukan Bundesfreiwilligendisnt masih dalam masa pandemi. Ada beberapa aturan yang agak berbeda. Contohnya penggunaan masker. Waktu itu, di Indonesia kita diharuskan menggunakan masker meke di luar ruangan, namun disini di perbolehkan. Jadi kita menggunakan masker hanya jika kita ke tempat umum yang tertutup, contohnya adalah swalayan. Setelah selesai berbelanja, kita bisa membuka masker kita lagi. Sering terjadi, saya tetap memakai masker setelah selesai berbelanja, dan sering diingatkan oleh teman saya.

Pintu atau Jendela yang Bisa Terbuka Setengah.

Culture schock selanjutnya adalah jendela atau pintu yang bisa dibuka setengah, yaitu terbuka dibagian atasnya saja. Silakan tonton video di bawah, kurang lebih sama dengan yang saya alami. Banyak orang yang kaget juga saat pertama kali. Banyak juga yang mengira bahwa jendela atau pintu tersebut rusak.

Setiap orang mungkin mengalami culture shock berbeda-beda selama di Jerman. Tentu ada banyak kekagetan lainnya, namun akan lebih baik jika kamu sendiri yang merasakannya ketika kamu pertama kali ke Jerman. Jadi saya tidak akan menceritakan semuanya.

Untuk postingan kali ini saya cukupkan sampai disini. Jika ada yang ingin ditanyakan atau disampaikan, silakan tulis di kolom komentar.

Auf wiedersehen.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *